Selasa, 11 Mei 2010

Selamatkan Wanggameti, Paru-paru Pulau Sumba

Seruan Aksi Jatam, 10 - 14 Mei 2010

Tambang yang rakus lahan, air dan energi jelas mengancam keselamatan pulau Sumba dan penghuninya. Mari Selamatkan pulau Sumba dan warganya dari penghancuran oleh industri tambang. Caranya ? Dukung Penolakan warga dan sampaikan dukungan anda dalam bentuk sms yang berisi seruan agar Bupati Sumba Timur maupun Gubenur Nusa Tenggara Timur segera membatalkan semua ijin tambang di pulau Sumba.

***
Ratusan masyarakat adat Wanggameti bersama-sama Forum Peduli Lingkungan Hidup Sumba Timur sejak 7 Mei 2010 melakukan aksi menolak tambang emas di sekitar kawasan Taman Nasional Laiwangi-Tabundung-Wanggameti.

Proyek tambang emas ini disebut Sumba Project, dimiliki oleh Hillgrove Resources (Australia) yang memegang 80% saham dan partnernya yaitu PT. Fathi Resources (Indonesia) yang sahamnya hanya 20%. Kuasa Pertambangan (KP) proyek ini seluas 3.313 hektar atau setengah luasan Sumba Timur yang hanya 7.001 hektar . Ijin KP yang keluar 2008 berganti menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 1.000 hektar pada 2009.

Ironisnya, Proyek ini dilakukan di kawasan Wanggameti yang dijuluki "paru-paru Sumba". faktanya, Wanggameti merupakan satu-satunya kawasan hutan stepa terbesar di pulau ini sekaligus menjadi daerah tangkapan air dan menjadi hulu bagi belasan sungai besar maupun kecil di Sumba Timur. kawasan ini juga telah menjadi Taman Nasional Laiwangi-Tabundung-Wanggameti. Kawasan yang berada di bagian Tenggara Sumba ini meliputi 43.000 ha. Hampir semua jenis habitat hutan Sumba dijumpai dikawasan ini. Puncak Gunung Wanggameti (1,255 m.) merupakan dataran tertinggi dari permukaan laut. Kawasan ini habitat dari 77 jenis burung, yang beberapa diantaranya jenis endemik hutan Sumba. Gerak hidup penduduk di Wanggameti tak jauh dari kesahajaan alam, macam bertani, ternak, mengolah hasil hutan, kayu, obat-obat tradisional, tenun ikat dari pohon soga, dan pemanfaatan kayu gaharu. Berabad lamanya, penduduk di sana - 10 Kabisu atau suku hidup berdampingan dengan alam.

Tambang yang rakus lahan, air dan energi ini jelas mengancam keselamatan pulau Sumba dan penghuninya. Mari Selamatkan pulau Sumba dan warganya dari penghancuran oleh industri tambang. Caranya ?

Dukung Penolakan warga dan sampaikan dukungan anda dalam bentuk sms, telpon ataupun bersurat pada alamat di bawah ini. JATAM menuntut kepada Bupati dan seruan agar Bupati Sumba Timur maupun Gubenur NTT segera membatalkan semua ijin tambang di pulau Sumba.

Bupati Sumba Timur:
Gidion Mbilijora
No. HP : 08124663112
Fax: 038761304 atau 0387 61001

DPRD Sumba Timur
Fax; 0387 61005

Gubernur NTT:
Frans Lebu Raya
No. HP: 0811382063
Fax: 0380 833114

Lestarikan Alam Sumba Timur

Pertambangan dan lingkungan hidup adalah dua topik yang berlawanan sepanjang masa. Pertambangan dilihat sebagai bidang yang akan memberikan percepatan aliran devisa, penyedian lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, percepatan daerah tertinggal, dan lebih dari itu mengurangi kemiskinan. Semua ini merupakan mantera yang terus digulirkan untuk memberi keyakinan bagi rakyat. Tetapi kenyataan hingga hari ini belum ada daerah tambang yang sangat maju. Padahal, kegiatan ini mendapat dukungan dari negara dan dukungan modal korporasi/perusahan multi-nasional. Sedangkan kelompok-kelompok kritis seperti para aktivis lingkungan, akademisi dan berbagai kelompok yang pro-rakyat melihat pertambangan sebagai monster yang menakutkan. Sebab dari realitas dapat ditemukan bahwa di kawasan pertambangan selalu terjadi kekerasan, pelanggaran Hak Asasi Manusia (pengambilan tanah rakyat), perusakan pencemaran lingkungan dan penggerogotan kedaulatan-kedaulatan negara. Kedua kelompok ini memiliki analisis yang bertolak dari substansi yang berbeda. Kelompok pro pertambangan melupakan aspek lingkungan hidup dan lebih diaksentuasikan pada aspek ekonomi, sedangkan kelompok kontra tambang lebih menegaskan pada aspek keseimbangan lingkungan hidup dan keberpihakan kepada masyarakat kawasan.

Secara Pragmatis pemerintah Provinsi NTT dan beberapa Pemerintah kabupaten melihat sektor pertambangan menjadi primadona penghasil nilai ekonomi yang besar. Dengan sektor Pertambangan telah membuat negara menganak-tirikan sektor lain seperti (pertanian, perikanan dan kehutanan). Pertambangan dianggap lebih mudah mendatangkan uang tunai tanpa membebani pemerintah dengan pengadaan infrastruktur di banding sektor lain. Sehingga tidak heran, sekarang kita
mendengar bahwa di bumi Flobamora memiliki banyak potensi tambang, misalnya tambang emas Lembata, tambangan mangan di Sirise (Manggarai), Tambang Marmer di Molo (TTS), Tambang Emas di Batu Gosok dan Tebedo (Manggarai Barat), Tambang emas di Alor, Tambang Mangan di Oelnasi (Kab. Kupang), Tambang Mangan di beberapa lokasi di Kabupaten TTU, Tambang Emas di Pulau Sumba yang mencakupi 2 kawasan Taman Nasional di Sumba (Lai Wanggi Wanggameti dan Manupeu Tanadaru). Sedangkan di Kabupaten Sikka ada dua titik emas yang sedang diincar banyak pihak seperti Titik Tambang Emas Waiblama dan Tambang Emas Liakutu. Dan masih banyak lokasi pertambangan yang belum sempat dipublikasikan.

DAMPAK-DAMPAK PERTAMBANGAN

Dampak bagi Ekologi

1) Perubahan Bentangan alam (landscape)

Semua Proyek pertambangan, terutama pertambangan terbuka memerlukan lahan dalam jumlah sangat besar untuk membangun lubang tambang, pabrik pengolah biji besi, perumahan karyawan. Tentunya proses penggalian dan pengambilan batuan akan menggusur lahan pertanian, hutan, dan sumber air (hidrologi).Hal ini mulai dirasakan masyarakatdi kabupaten Sumba Timur terutaman yang berada dalam kawasan Taman Nasional Lai Wanggi Wanggameti yang kini ditambang. Kegiatan pertambangan ini akan berpengaruh padatata air, resiko bencana longsor serta banjirpada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau di Kabupaten Sumba Timur. Karena permukaan tanah dikupas, digali, menjadi lubang-lubang raksasa.

Banyak kasus hilangnya keanekaragaman hayati(burung endemic)dan mata pencaharian penduduk terutama yang hidupnya bergantung pada hutan. Lebih dari itu, perubahan bentangan alam juga akan mengubah tatanan ekologi yang selama ini ada, dan malah membawa malapetaka.Dalam konteks ini, Pertambangan yang dilakukan oleh PT. Fathi Resources Jakarta di Kawasan Lai Wanggi Wangga Meti harus ditolak oleh semua komponen. Apabila pertambangan ini tidak dihentikan berarti Pemerintah Kabupaten dan Propinsi sedang mendekatkan masyarakat pada permasalahan lingkungan yang tidak dapat dihindari. Dinilai bahwa pemerintah kabupaten Sumba Timur dan Pemerintah Provinsi NTT adalah Perusak Lingkungan, karena kawasan itu adalah kawasan lindung. Karena itu, aksi yang dilakukan warga masyarakat adat adalah hal positif karena Kawasan ini merupakan kawasan penyangga bagi masyarakat Sumba Timur. Dan aksi mau mengajarkan kepada publik dan Pemkab setempat bahwa kawasan perlu dilindungi.

2) Pertambangan, Industri Rakus Air

Air merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tanpa air manusia tidak bisa hidup. Dengan air, manusia dapat memanfaatkannya untuk menjamin kehidupannya, misal: untuk minum, mandi, cuci. Lebih dari itu air dimanfaatkan untuk persawahan, penyiraman sayur-mayur dan usaha ekonomi lain yang dapat membantu meningkatkan mutu hidup manusia. Pada konteks, Kabupaten Sumba Timur yang juga sering mengalami kekurangan air, sekalipun kawasan Lai Wanggi Wanggameti memiliki 114 titik mata air, apalagi ditambang. Itu berarti, persediaan air makin berkurang karena kawasan tangkapan air dirusakkan ditambah lagi harus membagi air untuk tambang dan manusia. Artinya, pertambangan itu tidak layak dan harus ditolak Pemkab Sumba Timur dan Pemerintah Provinsi NTT.

3) Pertambangan Menyebabkan Limbah Beracun/Tailing

Tailing adalah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tambang. Selain, tailing kegiatan tambang juga menghasilkan limbah lain seperti: limbah kemasan bahan kimia dan limbah domestik. Tailing yang menyerupai lumpur kental, pekat, asam dan mengandung logam-logam berat itu berbahaya bagi keselamatan makhuluk hidup. Pada pertambangan skala besar biasanya menggunakan bahan kimia seperti sianida, merkuri dan xanthat untuk memisahkan logam emas dari batuan. Dari sejumlah batuan yang mengandung emas, 99% menjadi limbah untuk 1 gram emas. Dibuang 2,1 ton limbah batuan dan lumpur tailing juga menghasilkan 5,8 ton kilogram emisi beracun (Limba berbentuk gas) berupa timbal, merkuri dan sianida, senya sian (CN) kalau dikonsumsi tubuh akan mengganggu fungsi otak, jantung, menghambat jaringan pernapasan, sehingga terjadi asphyxia orang menjadi seperti tercekik dan cepat diikuti oleh kematian.

Berasas pada gagasan di atas, aksi protes rakyat adalah BENAR dan perlu DIDUKUNG untuk dicabut Surat Kuasa Pertambangan itu.Karena masyarakat Sumba Timur terutama yang berada dekat kawasan pertambangan lengah, makadampak tailing yang ditimbulkan oleh Tambangharus dinikmati. Ituberarti masyarakatsedang bunuh diri dan anak cucu kita. Dari pengalaman perusahaan tambang setiap hari akan membuang ribuan ton tailing ke laut yang mengancam keselamatan kita dan melahirkan malapetaka bagi anak cucu dan tidak peduli dengan anak cucu.

4) Dampak bagi Sosial – Budaya

Dalam “The forms of Capital” (1986) Piere Boudieu membagi modal menjadi modal kapital, modal budaya dan modal sosial. Modal sosial dapat secara bebas diterjemahkan sebagai hubungan atau jaringan (network) antara orang-orang yang memiliki pikiran dan gagasan sama tentang suatu hal. Dalam konteks masyarakat lokal di lokasi pertambangan, hubungan sosial terbentuk karena kesamaan kepentingan di atas pengelolaan sumber-sumber produksi setempat, kesamaan atas tanah dan kekayaan alam, serta kesamaan sejarah dan adat budaya. Direnggutnya penguasaan masyarakat atas tanah dan kekayaan alam menyebabkan fondasi modal sosial mereka lenyap dan berdampak pada:
· Lenyapnya daya ingat sosial, hilangnya tatanan nilai sosial yang dulunya dimiliki komunitas.
· Putusnya hubungan silahturami antar warga menyebabkan perpecahan, persengketaan dan bahkan ke taraf konflik (saling melenyapkan eksistensi satu sama lain). Mekanisme resolusi konflik tradisional yang telah hidup dalam komunitas tidak lagi dijadikan kontrol dalam kehidupan sosial.

Apabila Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dan Pemerintah Provinsi NTT tidak mencabut Surat Kuasa Pertambangan tersebut, dapat dinilai bahwa Pemerintah telah bersekongkol dengan para konglomerat untuk menghacurkan jati diri masyarakat Sumba Timur. Diakui atau tidak, masyarakat di sekitar kawasan pertambangan hanya menjadi penonton aktivitas. Hasilnya adalah hilangnya budaya dan jati diri masyarakat kawasan Lai Wanggi Wanggameti.

5) Dampak Pertambangan bagi Ekonomi Masyarakat

· Ekonomi dibagi menjadi kegiatan Produksi, Distribusi dan Konsumsi. Daya rusak tambang pada ekonomi setempat, merupakan penghancuran pada tata produksi, distribusi dan konsumsi masyarakat Sumba Timur.
· Rusaknya Tata Produksi Operasi pertambangan membutuhkan lahan yang luas, dipenuhi dengan cara menggusur tanah milik dan wilayah kelola rakyat. Kehilangan sumber produksi (tanah dan kekayaan alam) melumpuhkan kemampuan masyarakat setempat menghasilkan barang-barang dan kebutuhan mereka sendiri. Rusaknya tata konsumsi, lumpuhnya tata produksi menjadikan masyarakat makin tergantung pada barang dan jasa dari luar. Untuk kebutuhan sehari-hari mereka semakin lebih jauh dalam jeratan ekonomi. Uang tunai yang cendrung melihat tanah dan kekayaan alam sebagai faktor produksi dan bisa ditukar dengan sejumlah uang tidak lebih.
· Rusaknya tata distribusi, kegiatan distribusi setempat semakin didominasi oleh arus masuknya barang dan jasa ke dalam komunitas, sedangkan potensi lokal akan kalah bersaing. Itu berarti, pertambangan di Kawasan Lai Wanggi Wanggameti akan merusak tata produksi, Distribusi dan Konsumsi. Sepanjang sejarah, masyarakat kawasan hanya mampu memproduksi apa yang dibutuhkan, bukan memproduksi sesuatu yang tidak dibutuhkan. Emas bukan kebutuhan rakyat. Pangan dan air adalah kebutuhan yang harus dijamin dan dipenuhi Negara. Bagaimana dengan Negara yang diwakili oleh Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dan Pemerintah Provinsi NTT telah menghadirkan sebuah potensi baru yang tidak dibutuhkan Rakyat Sumba Timur. Diharapkan alasan peningkatan PAD seperti yang tertuang dalam Surat Rekomendasi itu dapat terjadi, jangan-jangan ini dipaksakan karena telah menghamba saat proses-proses politik.

6) Dampak Pertambangan bagi Kesehatan

Menurunnya daya tahan tubuh, karena merosotnya mutu kesehatan, mental warga, dan seringkali munculnya penyakit-penyakit baru, baik penyakit yang berupa metabolisme akut akibat pencemaran (udara, air, tanah dan bahan-bahan hayati yang dikonsumsi), penyakit menular (kelamin)dan penyakit lain yang dibawa oleh pekerja yang berasal dari luar daerah. Pertambangan bisa berdampak pada Korban jiwa. Misalnya, di Kabupaten TTU sudah ada korbanNy. Ida Radja Alunpah warga RT 17/RW 05 perkampungan Kiko Kelurahan Maubeli kecamatan kota Kefamenanu Jumat (23/4) di lokasi tambang Mangan Tlakneno wilayah desa Naiola kecamatan Bikomi Selatan.

Prinsipnya, pertambangan merusak sistem hidrologi tanah sekitarnya melalui penggalian. Apalagi dicermati bahwa lingkungan hidup di NTT diambang kegentingan akibat pemanasan global, global warming dan perubahan iklim, climate change yang terus terjadi. Selain beberapa alasan Dampak Pertambangan, secara objektifperlu dilihat bahwa pemerintah maupun masyarakat NTT, tidak heran wilayah ini akan mengalami kondisi yang mengenaskan, sebab:

· Bahwa bumi NTT dan Kabupaten Sumba Timur berada di antara tiga lempeng yaitu lempeng indo-australia, lempeng pasifik dan lempeng eurosia. Karena letak ini, maka tidak heran wilayah sering terjadi bencana.
· Bahwa Pulau Timor, Flores dan Sumba adalah gugus pulau kecil yang sangat rentan dengan kehilangan pulau
· Bahwa Bumi NTT tidak hanya bisa dibangun dengan pertambangan. Karena NTT bisa membangun dengan potensi alam dalam bidang pertanian dan kelautan yang terkandung di dalamnya;
· Bahwa Pulau Timor, Flores, Sumba dan Pulau lainnya harus dilihat dalam Konsep BIOREGION, Wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, flora, fauna asli dan pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan serta kondisi kesadaran untuk hidup di wilayah tersebut. Bioregion memadukan ekosistem darat, pesisir dan laut, termasuk ekosistem pulau kecil, dengan masyarakat dan kebudayaannya dalam konteks ruang.

Dari paparan beberapa dampak dan kondisi geografis NTT, maka kami Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Daerah Nusa Tenggara Timur, menyeruhkan bahwa
“SELURUH PROSES PERTAMBANGAN DI NTT DAN KABUPATEN TTU HARUS DIHENTIKAN DAN PULIHKAN SUMBA TIMUR, PULIHKAN NTT, PULIHKAN INDONESIA UTAMAKAN KESELAMATAN RAKYAT”

Dengan demikian kami ingin menggaris bawahi beberapa hal, diantaranya:

1. Kami menuntut Gubernur NTT dan Bupati Sumba Timur untuk segera mencabut Surat Kuasa Pertambangan di Lai Wanggi Wanggameti, karena kawasan itu adalah kawasan Penangkap air bagi warga Sumba Timur;
2. Kami menuntut DPRD NTT untuk mengevaluasi sejauhmana Pendapatan Asli Daerah yang diperoleh dari Pertambangan karena diduga terjadi MAFIA
PERTAMBANGAN.
3. Kami berpandangan bahwa Pertambangan yang terjadi adalah hasil negosiasi para pemimpin dengan Investor bukan melibatkan rakyat. Apalagi rakyat diminta menentukan keputusan itu tidak pernah terjadi. Karena itu, momentum yang paling rentan adalah momentum politik yang kemudian terjadi bargaining politik antara Calon Pemimpin dengan Investor.
4. Kami mendukung Aksi Pendudukan Kantor Bupati Sumba Timur karena ini adalah wujud protes rakyat apabila Pembangunan itu tidak berpihak pada rakyat.

SUMBER : http://www.walhi.or.id/