Sabtu, 17 Oktober 2009

Antisipasi Krisis Pangan

Wacana

16 Oktober २००९

Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk memperkokoh bangunan ketahanan pangan agar kalis dari bola liar krisis pangan। Misalnya, mengefektifkan upaya stabilisasi harga bahan pangan.


Krisis pangan global menjadi isu paling aktual dalam percaturan para pemimpin dunia saat ini. Berbagai peringatan serius telah disampaikan oleh lembaga-lembaga internasional tentang kondisi krisis pangan ini.

Situs Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) belum lama ini melaporkan bahwa gejolak sosial akibat krisis pangan telah melanda beberapa negara, antara lain Mesir, Kamerun, Pantai Gading, Senegal, Burkina Faso, Ethiopia, Madagaskar, Filipina, dan Haiti.

Henri Josserand dari Global Information and Early Warning System FAO menegaskan bahwa inflasi yang diakibatkan oleh melambungnya harga bahan pangan merupakan pukulan paling berat bagi warga miskin. Hal itu bisa dimaklumi karena mereka membelajakan 60-70 persen dari total pendapatan untuk pangan.

Peringatan lebih keras datang dari lembaga Dana Moneter Internasional (IMF) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kenaikan harga berbagai komoditas pangan, menurut IMF dapat menimbulkan konsekuensi mengerikan bagi dunia, termasuk risiko perang. Krisis pangan akan memicu terjadinya huru-hara, dan itu sudah terbukti di Bangladesh dan Haiti beberapa waktu lalu.

Menyikapi situasi krisis pangan tersebut, maka peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) yang diperingati setiap 16 Oktober ini FAO mengusung tema ”Achieving Food Security in Times of Crisis”. Adapun tema nasional adalah ”Memantapkan Ketahanan Pangan Nasional Mengantisipasi Krisis Global”. Tulisan ini dimaksudkan sebagai bahan refleksi menyambut Hari Pangan Sedunia ke-29, 16 Oktober 2009.

Bola Liar

Menurut Direktur Jenderal FAO, Dr Jacques Diouf, krisis pangan ini merupakan resultante dari kenaikan permintaan komoditas pangan, kepesatan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara emerging countries, terjadinya perebutan bahan pangan untuk pengembangan biofuels, serta kemenurunan pasokan komoditas pangan akibat pengaruh perubahan iklim (utamanya banjir dan kekeringan).

Mau tidak mau, suka tidak suka pemerintah Indonesia harus menyikapi secara serius krisis pangan ini. Tanpa penanganan yang serius dari pemerintah maka kondisi ini sangat potensial menjelma menjadi bola liar yang dapat membahayakan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

Pengalaman adalah guru yang terbaik. Kita dapat bercermin terhadap pengalaman yang pernah dialami bangsa ini. Dua rezim pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru tumbang karena tidak mampu menahan hantaman bola liar yang disulut oleh krisis pangan kala itu.

Kita pantas bersyukur di tengah krisis pangan global sekarang ini produksi pangan negara ini, terutama beras, di level yang sangat menggembirakan. Pada 2009 ini pemerintah menargetkan produksi padi sebesar 63,5 juta ton gabah kering giling (GKG). Menurut angka Ramalan II Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi 2009 diperkirakan mencapai 62,56 juta ton GKG.
Jika angka produksi ini benar-benar tercapai, maka tidak perlu ada kekhawatiran lagi terhadap stok pangan nasional.

Untuk mencapai stok beras nasional sebesar 0,75-1,25 juta ton sebagaimana direkomendasikan FAO, rasanya sangat mudah diwujudkan. Metodologi kajian stok beras paling cocok untuk Indonesia adalah Stock to Utilization Ratio. Metodologi ini menganjurkan agar besarnya cadangan beras pemerintah Indonesia dipatok 3-5 persen dari total konsumsi penduduk.

”Gusti Ora Sare”

Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk memperkokoh bangunan ketahanan pangan agar kalis dari bola liar krisis pangan. Pertama, mengefektifkan upaya stabilisasi harga bahan pangan.

Upaya ini ditempuh mulai dari penyelenggaraan pasar murah dan operasi pasar beberapa komoditas pangan pokok masyarakat, hingga pemberian bantuan pangan untuk kelompok rawan pangan kronis maupun transien.
Kedua, penguatan stok pangan yang terdesentralisasi.

Pada era otonomi daerah sekarang ini pemerintah kabupaten/kota/provinsi perlu memiliki stok pangan sendiri di wilayah masing-masing. Untuk itu daerah dapat bekerja sama dengan Bulog di wilayah mereka. Pemerintah daerah menitipkan cadangan berasnya pada lembaga yang sudah sangat berpengalaman dalam pengelolaan stok beras itu.

Ketiga, membangun iklim usaha tani yang kondusif dengan memberikan insentif memadai bagi para petani agar bergairah meningkatkan produksi. Untuk tujuan ini pemerintah harus melakukan berbagai terobosan yang mendukung ke arah itu. Antara lain melakukan perbaikan berbagai sarana infrastruktur produksi seperti jaringan irigasi, jalan usaha tani, serta infrastruktur pasca panen seperti silo pengering dan lantai jemur.

Pemerintah juga harus menjamin ketersediaan sarana produksi, seperti benih unggul, pupuk dan obat-obatan. Selain itu pemerintah perlu mengupayakan permodalan berupa skim kredit berbunga rendah yang dapat diakses oleh petani dengan prosedur yang tidak berbelit-belit. Inovasi teknologi produksi terkini perlu terus dimasyarakatkan kepada petani.

Keempat, memberikan insentif harga jual yang memadai terhadap hasil panen petani. Upaya ini dapat ditempuh dengan penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) yang memadai terhadap komoditas yang dihasilkan petani. Menurut penelitian, insentif harga jual yang memadai akan membawa dampak sangat signifikan terhadap kegairahan petani untuk meningkatkan produksi usaha tani mereka.

Kelima, upaya pengawasan dan penegakan hukum yang tegas. Bagaimanapun disparitas harga di pasar domestik dan pasar internasional yang lebar akan menggiurkan para spekulan pemburu rente. Karena itu pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas menjadi kata kunci untuk mencegah penyelundupan.

Sebagai akhir tulisan ini ada baiknya penulis sampaikan peringatan Dr Masao Takenaka dalam God is Rice (1986). Meskipun nasi merupakan kebutuhan pokok dan kebutuhan utama bagi kita, namun kita tidak boleh menyembah dan mendewakan nasi. Meskipun krisis pangan semakin mendera namun kita tetap dituntut arif terhadap ekologi tempat padi kita semaikan. Kita harus tetap percaya bahwa Gusti ora sare. (35)

—Toto Subandriyo, Kepala Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Tegal